Processing and Added Value of Bamboo in Tasikmalaya, West Java
Main Article Content
Abstract
Bamboo is a multipurpose plant that has been used by the people for generations. This study aimed to describe the processing of bamboo and analyze its added value in Tasikmalaya Regency, West Java. Data was collected in April -December 2016 through interviews using questionnaires and field observations of bamboo craftsmen, and then were processed and analyzed quantitatively and descriptively. The community processed bamboo into woven products such as ayakan, boboko, haseupan, hihid, picnic basket, nyiru, pipiti, and parcel, as well as non-woven products such as piggy banks, key chains, glasses, wall clocks, lampshades, invitation boxes, bowl, cup, frame, teapot, letterbox, and tissue box. The average added value of woven products was IDR 131,197.21 or 9.11 % of the non-woven products, which was IDR 1,439,742.42. The average added value ratio of woven products is 0,83 and 0,90 for non-woven products. Bamboo woven business for household products is mostly done because the market has formed, stable, and has a wider scope even though it has lower added value. The market of non-woven products is smaller and specific even though it has a higher added value. A bamboo stem is only valued IDR 10,000 – 50,000, so it should be sold in processed products rather than the original form.
Article Details
Copyright (c) 2020 Jurnal Wasian
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Abdillah, M. B., Hakim, R. M. A., Damiri, D. M., & Zahra, F. (2017). Business strategy analysis on SMEs bamboo crafts in Bandung City. Jurnal AdBispreneur, 2(3), 227–242.
Arsad, E. (2015). Teknologi pengolahan dan manfaat bambu. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 7(1), 45–52.
Arsallya, C. F. (2016). Pengolahan limbah bambu menjadi trimmings dan aksesoris fesyen. E-Proceeding of Art & Design, 3(2), 147–163.
Ato, K., Ainurrasjid, & Farida, S. (2016). Peran Banten Creative Comunity dalam pelestarian dan upaya peningkatan nilai tambah bambu. Jurnal Ilmu Ilmu Kehutanan, 1(1), 35–44.
BPS Kabupaten Tasikmalaya, B. K. T. (2018). Kecamatan Leuwisari dalam Angka 2018 (D. Y. Tauhidi, ed.). Tasikmalaya: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Choiron, M., & Amilia, W. (2015). Analisis nilai tambah produk anyaman bambu kelompok usaha kerajinan di Dusun Calok Kabupaten Jember. Prosiding Seminar Agroindustri Dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 253–257. Jember: Digital repository Universitas Jember.
Darwis, Z., Bagus, H. B., & Isnaini, M. A. (2017). Pengaruh tiga variasi tipe perekat labur dan penggunaan pasak vertikal pada jarak 15 cm terhadap kuat geser balok bambu laminasi. Jurnal Fondasi, 6(2), 58–67.
Dewi, L. S. (2020). Potensi tanaman bambu di Tasikmalaya. Diunduh April 30, 2020, dari http://bpdashl-cimanukcitanduy.com/wp-content/uploads/2016/06/Potensi-Tanaman-Bambu-di-Tasikmalaya.pdf
Dinas Kehutanan Provinisi Jawa Barat, D. K. P. J. B. (2018). Statistik Kehutanan Jawa Barat Tahun 2017. Diunduh darihttp://dishut.jabarprov.go.id/data/Statistik/Statistik Kehutanan Jawa Barat Tahun 2017.pdf
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. (2017). Statistik Kehutanan Jawa Barat Tahun 2016. Diunduh dari www.dishut.jabarprov.go.id
Eskak, E. (2012). Eksplorasi bambu betung untuk pembuatan lampu hias. Ornamen, 9(2), 93–106.
Gerbono, A., & Djarijah, A. S. (2005). Aneka Anyaman Bambu. Yogyakarta: Kanisius.
Hantoro, M. R., & Mardiono, B. (2018). Eksplorasi desain kemasan berbahan bambu sebagai produk oleh-oleh premium dengan studi kasus produk makanan UKM Purnama Jati Jember. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 7(1), 68–71.
Hayami, Y., Kawagoe, T., Morooka, Y., & Siregar, M. (1987). Agricultural marketing and processing in upland Java a perspective from a Sunda Village. Diunduh dari https://www.cabdirect.org/cabdirect/abstract/19876704757
Lubis, U. (2008). Pasang surut industri kerajinan bambu di Tasikmalaya Jawa Barat. Dimensi, 5(2), 95–112. Diunduh dari trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id
Mantra, I. B., & Kasto. (1989). Penentuan Sampel. dalam Singarimbun, M. dan Effendi, S. (Eds.), Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Murti, K. A. H., & Murwandani, N. G. (2018). Kerajinan anyaman bambu di Sanggar Hamid Jaya Desa Gintangan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Seni Rupa, 6(1), 634–644.
Nani, J., & Abubakar. (2018). 70 penilaian prioritas pengembangan produk kerajinan anyaman bambu di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Diunduh December 27, 2018, dari https://agroteksos.unram.ac.id website: htttps://agroteksos.unram.ac.id.article.download
Nurhidayah, I., Utami, P., & Watemin. (2015). Kontribusi kerajinan anyaman bambu terhadap pendapatan keluarga petani di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen. AGRITECH, XVII(2), 113–121.
Padmaningrum, R. T., Wijanarka, B. S., & Hariyanto, V. L. (2010). Peningkatan efisiensi proses produksi kerajinan bambu menggunakan mesin pengering di “Tunggak Semi” Bamboo Handycraft. Inotek, 14(2), 140–151.
Puspita, P. (2018, November 19). Jarang diketahui, ini dia potensi bambu untuk industri kreatif. TribunJabar.Id. Diunduh dari https://jabar.tribunnews.com/2018/11/19/jarang-diketahui-ini-dia-potensi-bambu-untuk-industri-kreatif
Sakri, G. (2009). Tinjauan historis perkembangan kerajinan tangan anyaman bambu halus Tasikmalaya. Dimensi, 7(1), 127–148. Diunduh dari https://trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/dimensi/article/view/1114/994
Sarno. (2018). Pemberdayaan kelompok masyarakat perajin bambu di Desa Sirkandi Purwareja Klampok Banjarnegara. Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(2), 309–317.
Sasmitha, N. P. R., & Ayuningsasi, A. A. K. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengrajin pada industri kerajinan bambu di Desa Belega Kabupaten Gianyar. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(1), 64–84.
Seputarnews. (2019). Jabar memiliki 56 jenis pohon bambu tapi ditemukan hanya 36 jenis bambu. Diunduh April 30, 2020, dari SeputarNews.Com website: http://www.seputarnews.com/jabar-memiliki-56-jenis-pohon-bambu-tapi-ditemukan-hanya-36-jenis-bambu/
Setiawan, B. (2010). Strategi pengembangan usaha kerajinan bambu di Wilayah Kampung Pajeleran Sukahati Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Dan Organisasi, I(2), 135–147.
Sopandi, E. (2017). Strategi pengembangan usaha kerajinan bambu (Studi di Desa Pasirjambu Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung). Jurnal AdBispreneur, 2(1), 1–17.
Taru, N. S., Senjawati, N. D., & Arumsari, V. (2017). Analisis usaha kerajinan bambu skala rumah tangga di Kelurahan Malumbi Kecamatan Kambera Kabupaten Sumba Timur. AGRIC, 29(1), 55–68. https://doi.org/https://doi.org/10.24246/agric.2017.v29il.p55-68
Tim kajian nilai tambah, P. K. E. M. (2012). Kajian nilai tambah produk pertanian. dalam Badan Kebijakan Fiskal. Diunduh dari https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/nilai tambah produk pertanian.pdf
Widnyana, K. (2008). Bambu dengan berbagai manfaatnya. Bumi Lestari, 8(1), 1–10.
Wulandari, N. T., Darwanto, D. H., & Irham. (2015). Analisis nilai tambah dan kontribusi industri kerajinan bambu pada distribusi pendapatan masyarakat di Kabupaten Sleman. Agro Ekonomi, 26(2), 192–205.
Yufit, H., Herry, B., Abdurahman, A., & Dwi, T. (2017). Strategi pengembangan produk unggulan lintas wilayah untuk mendukung sistem inovasi daerah di Kabupaten Magetan, Ponorogo, dan Pacitan. Jurnal Cakrawala, 11(1), 113–129.